Minggu, 17 Juli 2011

EVALUASI EKONOMI PENGOLAHAN NATA DE COCO di DESA JAMBIDAN, BANGUNTAPAN, KABUPATEN BANTUL

RINGKASAN

FEBRI ARIYANTO. Evaluasi Ekonomi Pengolahan Nata De Coco di Desa Jambidan, Banguntapan, Kabupaten Bantul. Dibimbing oleh AGUS SETYONO.

Buah kelapa merupakan bagian paling penting dari tanaman kelapa karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai media untuk produksi nata de coco. Nata de coco merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan mikroba Acetobacter xylinum, yang berbentuk padat, berwarna putih, transparan, berasa manis bertekstur kenyal. Selain banyak diminati karena rasanya yang enak dan kaya serat, pembuatan nata de coco pun tidak sulit dan biaya yang dibutuhkan tidak banyak sehingga dapat sebagai alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana cara pengolahan dan evaluasi ekonomi nata de coco di industri rumahan akan dilakukan praktek kerja lapangan. Kegiatan telah dilaksanakan selama bulan April hingga bulan Mei 2009 di industri rumahan desa Jambidan, Banguntapan, Kabupaten Bantul milik bapak Ari. Data dikumpulkan dari wawancara langsung dengan pegawai dan pemilik industri rumahan nata de coco juga di Cv. Agrindo Suprafood tempat penjualan hasil. Juga ilut praktek langsung bagaimana proses pembuatan nata de coco dan mengevaluasi ekonominya. Data investasi awal atau modal tetap yang dikeluarkan industri rumahan milik bapak Ari sebesar Rp 52.018.560,- dengan modal kerja yang dihitung per tahun yaitu Rp 41.443.200,-. Hasil penjualan produk sebesar Rp 108.000.000,- di hitung per tahun, dengan harga produk Rp 1.500,- /1,5 kg. Laba yang didapat industri rumahan ini yaitu Rp 14.538.240,-. Hasil dari perhitungan evaluasi ekonomi dengan menggunakan rumus ROI (Return On Invesment) : 109,57%; POT (Pay Out Time) : 0,9 tahun; BEP (Break Even Poin) : 32,90%; dan B/C Ratio : 1,45.

Kata Kunci : Kelapa, Nata de coco, Evaluasi ekonomi, Industri rumahan.

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropika yang terkenal karena hasil kelapanya berlimpah. Tanaman kelapa merupakan tanaman asli daerah tropis dan dapat ditemukan di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari daerah pesisir pantai hingga daerah pegunungan yang agak tinggi. Bagi rakyat Indonesia kelapa merupakan salah satu komoditas terpenting sesudah padi dan merupakan sumber pendapatan yang dapat diandalkan dari pemanfaatan tanah pekarangan (Warisno 1998).

Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di Indonesia banyak ditumbuhi pohon kelapa. Keindahan jajaran pohon kelapa (nyiur) ini sering dilukiskan dalam untaian kata maupun lagu. Kelapa memberikan banyak hasil bagi manusia, buah kelapa merupakan bagian paling penting dari tanaman kelapa karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi misalnya produk kopra yang selanjutnya diolah menjadi minyak. Pada pembuatan kopra, kelapa dibelah dan dijemur. Sedangkan airnya terbuang percuma sebagai limbah, yang dapat mencemari lingkungan. Limbah air kelapa yang dibuang di suatu tempat, senyawanya akan bereaksi dengan membentuk jamur-jamur sporadis yang berwarna hitam dan memiliki bau tengik yang menyengat. Jika limbah tersebut masuk ke areal pesawahan, maka padi yang tumbuh menjadi kurus, butir padinya sedikit, dan banyak butir yang kosong atau hampa. Hal tersebut disebabkan oleh sifat limbah air kelapa yang mengandung senyawa yang dapat menghambat kesuburan tanah. Air kelapa yang dihasilkan di Indonesia mencapai lebih dari 900 juta liter per tahun (Atih 1979). Keberadaan air kelapa tersebut kurang diperhitungkan. Namun kini telah ada produk makanan yang bahan bakunya berasal dari air kelapa, yaitu nata de coco. Nata de coco merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan mikroba Acetobacter xylinum, yang berbentuk padat, berwarna putih, transparan, berasa manis bertekstur kenyal. Selain banyak diminati karena rasanya yang enak dan kaya serat, pembuatan nata de coco pun tidak sulit dan biaya yang dibutuhkan tidak banyak sehingga dapat sebagai alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan (Anonim 2006). Untuk itu pada praktek kerja lapangan ini telah mempelajari bagaimana proses pembuatan nata de coco di industri rumahan di Desa Jambidan, Banguntapan, Kabupaten Bantul beserta evaluasi ekonominya.

1.2 Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya industri rumahan adalah industri mikro. Dan seharusnya ada manajemen untuk usaha industri skala kecil tersebut, baik dalam pengelolaan bahan baku, SDM, peralatan, sarana, proses pengolahan hingga pemasaran produk yang dihasilkan.

Dalam praktek kerja lapangan ini kami telah menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dari bangku kuliah untuk melakukan monitoring dan evaluasi pada industri rumahan nata de coco di Desa Jambidan, Banguntapan, Kabupaten Bantul. Untuk mengetahui apakah industri rumahan nata de coco tersebut untung atau rugi dengan menggunakan beberapa metode evaluasi, yaitu Return On Invesment (ROI), Pay Out Time (POT), Break Even Point (BEP), dan B/C Ratio.

1.3 Tujuan

Tujuan Praktek Kerja Lapangan di industri rumahan nata de coco Desa Jambidan, Banguntapan, Kabupaten Bantul adalah :

  1. Mendapatkan informasi tentang proses pengolahan nata de coco.
  2. Mendapatkan gambaran tentang penanganan manajemen industri rumahan nata de coco melalui evaluasi ekonomi.
  3. Memajukan dan menumbuhkembangkan usaha di bidang agribisnis di masa mendatang.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nata De Coco

Nata de coco adalah sejenis makanan ringan berasal dari Filipina yang mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1981. Nata sebenarnya berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim, sehingga nata de coco dapat diartikan sebagai krim air kelapa. Nata de coco dihasilkan dari proses fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum (Hayati 2003). Nata dapat dibuat dari air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molasses), limbah cair tebu, atau sari buah (nanas, melon, pisang, jeruk, jambu biji, strawberry, dan lain-lain). Nata yang dibuat dari air kelapa disebut nata de coco. Di Indonesia, nata de coco sering disebut sari air kelapa atau sari kelapa (Sutarminingsih 2004).

Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak optimal, tidak terlalu tua atau terlalu muda. Bahan tambahan yang diperlukan oleh bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber nitrogen, dan asam asetat. Pada umumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan sebagai suplemen pembuatan nata de coco, diantaranya adalah senyawa-senyawa maltosa, sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa. Dari beberapa senyawa karbohidrat sederhana itu sukrosa merupakan senyawa yang paling ekonomis digunakan dan paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bibit nata (Ryan 2008).

Tahap pembuatan nata de coco seperti terdapat pada (Gambar 1.) pembuatan media starter, penyaringan air kelapa, pendidihaan air kelapa, pewadahan dalam kondisi panas, pencampuran dengan starter (inokulasi), fermentasi, dan pemanenan.

Air Kelapa






Pembuatan Starter


Penyaringan



Pendidihan dan Penambahan Bahan Pembantu

Pewadahan dalam Kondisi Panas dan Penutupan

Media Cair Starter

Pendidihan

Inokulasi Kultur Murni

Setiap 20 liter air kelapa : gula 1 kg, asam cuka 20 ml, ZA 20 g, garam Inggris 10 g, asam sitrat 10 g. Suhu 100o C selama 30 menit.








Inokulasi Bibit Starter

Bibit Starter




Pemanenan

Limbah sisa media.

Nata de Coco

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Nata De Coco (Anonim 2007)

2.2 Kelapa

Sampai saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli mengenai asal usul nama buah kelapa. Penulis abad pertengahan yang membuat referensi tentang buah kelapa adalah Marcopolo dan Friar Gardanas. Buah kelapa dikenal dengan berbagai sebutan, seperti Nux indica, Aldjanz al Kindi, Ganz ganz, Nargil, Narle, Temuai, dan pohon kehidupan.

Tentang sistematika tumbuhan ini adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta

Subdivision : Angiospermae

Kelas : Monocotyledon

Ordo : Arecales

Famili : Palmae

Genus : Cocos

Species : Cocos nucifera

Istilah cocos mungkin berasal dari arab coquos yang berarti kelapa, tetapi ada yang mengatakan bahwa kelapa tersebut berasal dari kata macoco dalam bahasa portugis yang berarti kera. Pendapat tersebut beralasan sebab jika diperhatikan buah kelapa besarnya seukuran kepala kera, dua mata tempat kecambah keluar seperti sepasang mata dan lubang ketiga seperti hidungnya (Hayati 2003). Kelapa (Cocos nucifera L) di Jawa Timur dan Jawa Tengah dikenal dengan sebutan kelopo atau krambil. Di Belanda masyarakat mengenalnya sebagai kokosnoot atau klapper, sedangkan orang Inggris menyebutnya coconut. Orang Jerman menyebutnya cocosnoot, sedangkan bangsa Prancis menyebutnya cocotier (Warisno 1998).

Tanaman kelapa diperkirakan berasal dari Amerika Selatan. Tanaman kelapa telah dibudidayakan sekitar Lembah Andes di Kolumbia, Amerika Selatan sejak ribuan tahun sebelum masehi. Catatan lain menyatakan bahwa tanaman kelapa berasal dari kawasan Asia Selatan atau Malaysia, atau mungkin Pasifik Barat, selanjutnya tanaman kelapa menyebar dari pantai yang satu ke pantai yang lain (Hayati 2003). Pada akhirnya para peneliti berkesimpulan bahwa kelapa berasal dari kawasan yang kita kenal sebagai Malaysia-Indonesia. Dari kawasan inilah, baik melalui arus laut maupun perantara manusia, kelapa menyebar ke daerah-daerah lain (Setyamidjaja 1982).

Tak dapat dipungkiri bahwa buah kelapa banyak memiliki manfaat, dan air kelapa memiliki kandungan vitamin seperti ditunjukkan pada (Tabel 1.). Namun ada juga sisi negatifnya yang bila dicermati dapat merusak kondisi lingkungan.

Tabel 1. Komposisi Vitamin Air Kelapa

No.

Jenis Vitamin

ug/ml

1.

Asam nikotinat

0,01

2.

Biotin

0,02

3.

Asam pantotenat

0,52

4.

Riboflavin

0,01

5.

Asam fosfat

0,03

(Sutarminingsih 2004).

2.3 Agroindustri

Agroindustri merupakan salah satu sektor yang sangat prospektif dikembangkan di Indonesia. Melalui agroindustri, kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang melimpah ruah, akan dapat dikelola dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan nilai tambah dan pendapatan. Sejak reformasi, salah satu diskursus yang mengemuka dalam pembangunan ekonomi nasional adalah perlunya shifting paradigma agar pembangunan lebih berbasis pada pertanian dalam arti luas sehingga industri yang seharusnya dikembangkan adalah industri manufaktur agroindustri (Anonim 2008).

Peranan sektor industri dalam kegiatan pembangunan semakin penting. Pemerintah terus berusaha menyeimbangkan peranan sektor industri terhadap sektor pertanian, untuk menciptakan struktur ekonomi yang seimbang dimana terdapat kemampuan industri maju yang didukung oleh pertanian yang tangguh. Berdasarkan kenyataan di atas, maka industri yang mengolah hasil-hasil pertanian di Indonesia memegang peranan yang strategis (Saefuddin 1998).

Usaha-usaha pengembangan pertanian yang mengarah pada kegiatan agroindustri pertanian yaitu pengolahan hasil pertanian menjadi bahan makanan meliputi usaha yang mengolah bahan baku pertanian menjadi komoditi yang secara ekonomis memberikan nilai tambah yang cukup tinggi (Anonim 2008). Salah satu contohnya adalah nata de coco. Data dari Departemen Perindustrian Bogor pada tahun 1995 mengindikasikan terjadinya lonjakan permintaan akan nata de coco seiring bertambah luasnya daerah persebaran produksi dan pemasaran dari nata de coco di Indonesia (Ryan 2008).

2.4 Pemasaran Nata De Coco

Pemasaran merupakan ujung tombak dari suatu usaha. Oleh karena itu, produsen atau pengusaha harus membuat perencanaan yang matang untuk memasarkan produk-produknya. Pemasaran yang lancar dan baik akan menjamin kelangsungan hidup serta pengembangan usaha dengan baik. Teknik penjualan nata de coco dapat dibedakan menjadi 3 sistem jalur distribusi seperti pada (Gambar 2.), yaitu :

A. langsung ke konsumen,

B. melalui pengecer, dan

C. melalui distributor.










Produsen



Konsumen




Pengecer

Distributor

Konsumen





















Gambar 2. Jalur Distribusi Nata de Coco (Hayati 2003)

BAB III. METODE PENGUMPULAN DATA

3.1 Waktu dan Tempat

Praktek kerja lapangan ini dilaksanakan di industri rumahan nata de coco Desa Jambidan Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul, mulai dari bulan April sampai bulan Mei 2009. Jadwal kegiatan praktek kerja lapangan terdapat pada (Lampiran 1.)

3.2 Metode Pengumpulan Data

3.2.1 Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh langsung di lapangan melalui beberapa pendekatan yaitu wawancara dan tanya jawab dengan pegawai atau pemilik industri rumahan pembuatan nata de coco, juga mengamati proses pembuatan hingga manajemen pengevaluasian ekonominya.

A. Pengumpulan Data

1. Data atau informasi yang akan dikumpulkan adalah

· Sejarah berdirinya Industri rumahan.

· Keadaan Industri rumahan.

2. Menyusun Lay Out

· Lokasi, tempat berdirinya usaha.

· Modal, kepemilikan aset awal untuk mendirikan dan menjalani suatu usaha.

· Bahan baku, asal bahan baku dan ketersedianya bahan baku.

· Sumber Daya Manusia (SDM), tenaga manusia yang dipakai dalam membantu semua proses kagiatan yang dilakukan oleh suatu usaha.

· Mesin atau alat, yang digunakan dalam membantu kegiatan usaha.

· Proses Pembuatan Nata de coco, yaitu proses apa saja yang dikerjakan dalam membuat produk usaha.

· Pemasaran (pasar) adalah proses pemasaran yang dilakukan untuk memasarkan produk usaha.

· Penyusunan laporan.

3. Data ekonomi untuk biaya pengeluaran dan pendapatan

a. Jumlah bahan baku

b. Bahan pendukung produksi pembuatan nata de coco

c. Kebutuhan Bahan bakar dan energi

d. Tenaga kerja

e. Biaya transportasi

f. Pendapatan

B. Metode Penghitungan Evaluasi Ekonomi

Untuk mengetahui suatu perusahaan mendapatkan keuntungan atau kerugian, maka digunakan penghitungan dengan empat cara yaitu :

  1. ROI (Return on Investment)

Laba

ROI = x 100 % per tahun

Modal Tetap

ROI merupakan rasio antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal yang dinyatakan dalam persen per tahun. Rumus ROI adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Laba = Hasil pengembalian produksi (pendapatan) - Biaya produksi

Modal tetap = Penyusutan per tahun + capital invest + suku cadang dan

perawatan

  1. POT (Pay Out Time)

Modal Tetap

POT Sebelum Pajak =

Laba Kotor Per Tahun

POT adalah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal mula-mula dengan menggunakan laba yang diperoleh. Rumus penghitungan POT adalah :










Keterangan:

Laba kotor per tahun = Hasil pengembalian produksi per tahun sebelum

dipotong pajak – Biaya produksi per tahun

Laba bersih per tahun = Hasil pengembalian produksi per tahun setelah

dipotong pajak – Biaya produksi per tahun

  1. BEP (Break Even Point)

BEP yaitu persentase kapasitas produksi dimana biaya produksi keseluruhan sama dengan hasil penjualan, grafik terdapat pada (Gambar 3.). Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya BEP yaitu:




Keterangan :

Biaya tetap per tahun = Penyusutan per tahun + capital invest + suku

cadang dan perawatan

Harga jual = Nilai pengembalian produk per unit

Biaya tidak tetap = Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian

bahan baku, bahan bakar, upah dan transportasi

Biaya tidak tetap

Biaya tidak tetap per unit =

Jumlah produk yang di hasilkan

(% kapasitas)




0 20 40 60 80 100




Nilai penjualan

Untung




BEP




Biaya produksi keseluruhan




Rugi Biaya tetap




0 4 8 12 16 20 24

Volume produksi (kg/tahun)

Gambar 3. Grafik Break Even Point

4. Benefit Cost Ratio (B/C ratio)

B/C ratio adalah perbandingan antara ekivalensi nilai dari manfaat yang terkandung dalam suatu proyek

Suatu perusahaan dikatakan untung jika B/C ratio lebih dari 1 (satu).

Rumus :

B/C Ratio = Pendapatan

Modal keseluruhan

Rumus pendapatan :

Pendapatan = Produk x Harga

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh dari studi pustaka. Dengan cara melihat buku, melihat berbagai macam literature, buletin, surat kabar, laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas dan dari buku laporan industri rumahan.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah Industri Rumahan Nata de Coco

Pada tahun 2007 Nata de coco mulai berkembang pesat di daerah Bantul dan sekitarnya. Dilihat dari segi bahan baku, nata de coco ini mudah di dapat dan harganya terjangkau. Kemudian bapak Ari Jatmiko berinisiatif mengembangkan usaha tersebut. Pada bulan November 2007 bapak Ari Jatmiko mendirikan sebuah industri rumahan yang bergerak di bidang nata de coco, bertempat di Dusun Sampangan, Desa Jambidan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul.

Modal awal berkisar Rp 10.000.000,- untuk merintis industri rumahan ini dengan skala kecil. Pada awal pembuatan nata de coco, hanya 180 liter air kelapa yang dipakai, dengan kapasitas produksi 100 nampan /hari. Setelah industri rumahan ini berkembang, kini kapasitas produksi per harinya mampu memproduksi nata de coco sebanyak +250 nampan dengan menggunakan air kelapa sebanyak 450 liter.

Karyawan yang bekerja di industri rumahan ini, terdapat 3 orang. Semua karyawan tersebut adalah kawan dari bapak Ari sendiri, dan ketiga karyawan tersebut bersal dari Dusun Sarean yang berdekatan dengan industri rumahan nata de coco ini.

4.2 Keadaan Usaha

4.2.1 Lokasi

Industri rumahan nata de coco pada umumnya merupakan industri kecil. Industri ini dapat didirikan dimana saja karena tidak memerlukan area yang luas. Namun mendirikan industri rumahan ini sedapat mungkin dijauhkan dari pemukiman penduduk. Sebab jika industri rumahan ini lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk, akan menjadikan pencemaran lingkungan. Karena bau limbah yang tidak enak dari industri rumahan tersebut.

Untuk industri rumahan nata de coco milik bapak Ari, bertempat di Dusun Sampangan, Desa Jambidan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Sekitar 5 km ke arah selatan dari terminal kota Jogja (denah terdapat pada Lampiran 2.). Dan bertempat agak jauh dari pemukiman warga, sehingga pencemaran lingkungan pedesaan dapat di hindarkan.

4.2.2 Tata Letak

Tata letak merupakan suatu pengaturan semua fasilitas pabrik yaitu alat atau mesin yang bertujuan agar penggunaan ruangan lebih efisien. Dan tata letak industri rumahan milik bapak Ari terdapat pada (Gambar 4.).

Gambar 4. Lay Out Industri Rumahan Nata de Coco

Keterangan :

  1. Tempat penyimpanan bahan baku
  2. Tempat tungku & kompor / tempat perebusan air kelapa
  3. Tempat penyimpanan nampan & bahan pembantu
  4. Tempat pemeraman
  5. Tempat penyimpanan bibit starter
  6. Tempat pemeraman
  7. Tempat pemeraman
  8. Tempat pemeraman

4.2.3 Modal

Modal usaha industri rumahan nata de coco yang dikelola oleh bapak Ari ini terdiri dari modal tetap seperti bangunan, nampan, tungku, panci, drum plastik dan lain-lain. Sedangkan modal kerja seperti biaya pembelian bahan baku, bahan bakar, bahan pembantu dan gaji untuk tenaga kerja. Besar modal yang dikeluarkan semuanya sekitar + Rp 74.298.330,-.

4.2.4 Sumber Daya Manusia (SDM)

Dalam proses pembuatan nata de coco di industri rumahan yang dimiliki bapak Ari, terdapat 3 karyawan yang membantu. Para karyawan tersebut telah dididik oleh bapak Ari menjadi sumber daya manusia yang ahli dalam pembuatan nata de coco. Setiap karyawan menerima gaji sebesar Rp 10.000,- /hari. Pemberian gaji tersebut dilakukan setiap satu minggu sekali. Bapak Ari kadang juga membarikan para karyawan bonus seperti makanan, es, dan rokok.

4.2.5 Alat-Alat Pengolahan

Setiap industri selalu menggunakan alat-alat untuk membantu dalam pengolahan produk. Dan alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan nata de coco di industri rumahan milik bapak Ari terdapat pada (Tabel 2.), gambar terdapat pada (Lampiran 3.).

Tabel 2. Alat-Alat Pengolahan

Nama Alat

Kapasitas / @

Jumlah (Buah)

Nampan

3 liter

1500

Rak Pemeraman

200 buah nampan

9

Botol Kaca

600 ml

150

Kompor Minyak

-

1

Tungku

-

3

Panci

100 liter

3

Drum Plastik Besar

200 liter

4

Drum Plastik Kecil

120 liter

6

Drum Plastik Sedang

150 liter

10

Ember

Besar, Kecil, Sedang

1, 1, 1

Jiligen

35 liter

4

Gelas Takar

2liter, 1 liter

1, 1

Gayung

-

2

4.2.6 Bahan Baku Utama dan Penunjang

4.2.6.1 Bahan Baku Utama

Dalam pembuatan nata de coco selalu membutuhkan bahan baku. Baik bahan baku utama maupun bahan baku penunjang. Agar menjadikan nata de coco yang berkualitas, industri rumahan nata de coco yang dikelola oleh bapak Ari selalu menggunakan bahan baku air kelapa dan bahan pembantu seperti gula, ZA dan cuka yang berkualitas pula. Supaya hasil yang didapatkan berkualitas dan pembelipun tersenyum puas.

  1. Air Kelapa

Pengadaan bahan baku air kelapa diperoleh dengan memesan kepada para penjual buah kelapa di pasar-pasar tradisional sekitar. Dengan menitipkan drum-drum plastik di kios-kios penjual buah kelapa, supaya diisi air kelapa oleh pedagang tersebut. Setelah drum-drum itu terisi penuh oleh air kelapa, kemudian drum-drum tersebut diambil sambil membayar. Setiap 1 liter air kelapa dihargai Rp 100,-. Sedangkan kalau kita pesan pada penjual air kelapa yang sekalian diantar sampai tempat industri rumahan, maka setiap 1 liternya dihargai Rp 200,-. Biasanya sekali kirim penjual mengirim sebanyak + 500 liter. Industri rumahan ini juga tidak membeli bahan baku langsung ke petani. Karena akan memakan biaya transportasi yang cukup besar. Sebab pemasok buah kelapa kebanyakan dari daerah Kulon Progo, Purworejo, Kebumen dan Gombong.

  1. Bahan Penunjang

1. Gula

Gula berfungsi sebagai sumber karbon untuk Axetobacter xylinum. Pengadaan gula dengan membeli ke pasar tradisional di sekitar industri rumahan tersebut, dilakukan setiap satu minggu sekali. Pembelian gula sebanyak 15,6 kg dan 1 kg nya berharga Rp 8.000,-. Jadi setiap pembelian mengeluarkan uang sebanyak Rp124.800,-.

2. Cuka

Cuka berfunsi untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa, karena bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5. Pengadaan cuka sama dengan pengadaan gula. Pembelian cuka di pasar-pasar tradisional sekitar. Dilakukan setiap 3 minggu sekali dengan membeli sebanyak 1 liter dengan harga Rp 22.000,-.

3. ZA

ZA berpengaruh pada ketersediaan nitrogen bagi mikroba Acetobacter xylinum. Pengadaan ZA harus melalui kelompok tani dan harus pesan jatah. Setiap 1 kelompok mendapat 20 sak/minggu untuk dibagi pada 10 orang anggota kelompok tani tersebut. Dalam 1 saknya berjumlah 25 kg, jadi satu kelompok mendapatkan 500 kg. Untuk dibagikan 10 orang dan masing-masing mendapatkan 50 kg. Harga 1 kg nya sebesar Rp 1.700,-. Jadi bapak Ari mengeluarkan dana untuk pembelian ZA ini sebanyak Rp 85.000,-/minggu.

4.2.6.2 Bahan Bakar

Bahan bakar digunakan untuk membantu pengapian dalam proses perebusan air kelapa. Bahan bakar yang digunakan oleh industri rumahan nata de coco milik bapak Ari ada tiga jenis bahan bakar yaitu BBM (jenis minyak tanah), serbuk gergaji, dan kayu bakar. Pengadaan bahan bakar dengan cara sebagai berikut :

a. Minyak Tanah

Jika penggunaan bahan bakar pada saat menggunakan BBM (jenis minyak tanah), maka akan menghabiskan sekitar 9 liter /hari. Dengan harga Rp 5.000,-/liter. Pembeliannya dilakukan di agen-agen minyak tanah terdekat.

b. Serbuk gergaji

Jika penggunaan bahan bakar pada saat menggunakan serbuk gergaji, maka dalam satu hari akan menghabiskan serbuk gergaji sebanyak 5 karung. Dalam 1 karungnya berharga Rp 5.000,-. Pembelian dilakukan di pedagang serbuk gergaji di sekitar industri rumahan nata de coco tersebut.

c. Kayu Bakar

Jika bahan bakar pada saat menggunakan kayu bakar, maka dalam satu hari akan menghabiskan 5 karung kayu bakar. Harga setiap karungnya berkisar Rp 5.000,-. Pengadaan kayu bakar dengan cara memesan pada pengumpul kayu di daerah sekitar industri rumahan nata de coco ini.

4.2.7 Proses Pembuatan Nata De Coco

Proses pembuatan nata de coco memanfaatkan peranan bakteri terutama jenis Acetobacter xylinum. Dari awal pembuatan bibit starter hingga pemanenan nata de coco membutuhkan waktu + 14 hari. Proses pembuatan nata de coco di industri rumahan milik bapak Ari terdapat pada (Lampiran 4.).

4.2.7.1 Pembuatan Starter

a. Bahan

1) Air kelapa 9 liter

2) Gula pasir 100 gram

3) ZA 50 gram

4) Cuka 1,5 ml

b. Alat yang dipergunakan

1) Panci

2) Botol

3) Kompor

4) Penyaring

5) Kertas Koran

6) Karet Gelang

c. Cara Pembuatan

1) Penyaringan air kelapa dengan menggunakan kain saring (Gambar 5.). Setelah air kelapa terbebas dari semua kotoran atau daging buah kelapa yang mungkin tercampur saat pengupasan dan pembelahan buah kelapa, kemudian dimasukkan ke dalam panci.

Gambar 5. Proses Penyaringan Air Kelapa

2) Panci yang telah diisi dengan air kelapa tadi kemudian ditaruh di atas kompor dan dipanaskan hingga mendidih. Bahan-bahan seperti gula pasir, ZA dan cuka yang telah dipersiaapkan dimasukkan ke dalam air kelapa. Setelah semua bahan tercampur, masukan ke dalam botol saat masih panas (Gambar 6.). Kemudian didiamkan selama satu malam. Hasil proses ini disebut media cair.

Gambar 6. Proses Pembuatan Bibit Starter

3) Setelah media cair tersebut dingin, diinokulasi dengan biakan bakteri. Kemudian dilakulan pemeraman dan disimpan dalam rak selama 3-4 hari pada suhu kamar. Hasilnya disebut bibit starter (Gambar 7.).

Gambar 7. Tempat Penyimpanan Bibit Starter & Bibit Starter

4.2.7.2 Pembuatan Nata De Coco

a. Bahan

1) Air kelapa 450 liter

2) Gula pasir 2,5 kg

3) ZA 1,25 kg

4) Cuka 50 ml

b. Alat yang dipergunakan

1) Panci

2) Nampan

3) Kompor

4) Penyaring

5) Kertas Koran

6) Karet Gelang

c. Cara Pembuatan

1) Penyaringan air kelapa dengan menggunakan kain saring. Setelah air kelapa bersih dari semua kotoran atau daging buah kelapa yang mungkin tercampur saat pengupasan dan pembelahan buah kelapa, kemudian dimasukkan kedalam panci.

2) Panci yang telah diisi dengan air kelapa bersih tadi kemudian ditaruh di atas tungku dan direbus hingga mendidih (Gambar 8.). Masukan bahan-bahan seperti gula pasir, ZA, dan cuka ke dalam air kelapa.

Gambar 8. Proses Perebusan Air Kelapa

3) Tahap penampanan (Gambar 9.) adalah istilah yang di gunakan para karyawan industri rumahan milik bapak Ari. Yaitu tahap dimana penutupan nampan menggunakan kertas koran dan diberi ikatan menggunakan karet gelang.

Gambar 9. Proses Penampanan

4) Setelah semua bahan tercampur, lalu di masukan ke dalam nampan saat masih panas (Gambar 10.). Kemudian didiamkan selama satu malam.

Gambar 10. Proses Penuangan Air Kelapa Pada Kondisi Panas & Proses Pendinginan

5) Setelah media cair tersebut dingin, diinokulasikan biakan bakteri (Gambar 11.). Kemudian dilakulan pemeraman dan disimpan dalam rak selama 6-7 hari pada suhu kamar.

Gambar 11. Proses Pemberian Bibit Starter

4.2.7.3 Pemanenan

Pemanenan nata de coco biasanya dilakukan setelah 7 hari pemeraman. Lapisan nata yang terletak di bagian atas diambil. Kemudian dimasukkan ke dalam drum plastik yang sedikit diberi air kelapa (Gambar 12.). Untuk media yang tersisa, langsung dibuang sebagai limbah.

Gambar 12. Proses Pemanenan

4.2.8 Pemasaran Nata De Coco

Pemasaran nata pada industri rumahan milik bapak Ari, dilakukan dengan cara pemasaran yang dikirimkan pada distributor CV. Agrindo Suprafood (terdapat pada Lampiran 5.). Natanya masih dalam bentuk lembaran. Jika di timbang satu lembar nata berkisar 1,5 kg. Yang dihargai Rp 1.000,- /kg, jika nata yang dihasilkan mencapai berat 1,5 kg maka hargannya Rp 1.500,-. Pembayaran dilakukan pada pengiriman nata yang berikutnya. Setelah berada di distributor CV. Agrindo Suprafood selanjutnya nata disortir. Kemudian nata dipotong kecil-kecil dan di kemas. Lalu nata dikirim ke pabrik-pabrik yang telah memesan. Ada sekitar 14 pabrik yang memesan di CV. Agrindo Suprafood. Diantaranya Garuda Food, Borobudur, Sinar Mas, Sari Coco, Star Food, PUJ dan beberapa pabrik kecil yang lain. Sirkulasi nata di CV. Agrindo Suprafood + 80 ton/bulan. Yang berasal dari 100 petani pemasok. Namun dari 100 petani itu yang konsisten memasok nata ke CV. Agrindo Suprafood hanya sekitar 60 petani saja.

4.2.9 Evaluasi Ekonomi Industri Rumahan Nata De Coco

Evaluasi ekonomi merupakan proses pengukuran dan penilaian untuk mengetahui hasil ekonomi yang telah dicapai. Ada beberapa metode hitungan evaluasi ekonomi, yaitu Retun On Invesment (ROI), Pay Out Time (POT), Break Even Point (BEP), dan B/C Ratio.

Berikut adalah data kapasitas produksi, dan waktu kerja industri rumahan nata de coco milik bapak Ari :

Kapasitas Produksi : 250 Nampan /hari (1 Nampan = 1,5 kg Nata)

Hari Kerja : Senin-Sabtu (Jam 08.00-16.00 WIB)

4.2.9.1 Data Ekonomi

A. Modal Tetap

Modal tetap industri rumahan yang dikelola oleh bapak Ari terdapat pada (Tabel 3.).

Tabel 3. Modal Tetap Industri Rumahan Milik Bapak Ari

No

Nama Alat

Jml

P (000)

TP (000)

L (000)

TL (000)

N

Rata-rata penyusutan

1

Bangunan

1

15000

1500

15000

1500

15

900.000

2

Tungku

3

10

30

1

3

2

4.500

3

Panci

3

200

600

20

60

2

90.000

4

Rak Pemeraman

9

700

6.300

70

630

2

315.000

5

Nampan

1500

4

6.000

0,4

600

1

3.600

6

Kompor Minyak

3

300

900

30

90

1

270.000

7

Drum 150liter

10

125

1250

12,5

125

3

37.500

8

Drum 120liter

6

100

600

10

60

3

30.000

9

Drum 200liter

4

30

120

3

12

3

9.000

10

Ember Besar

1

60

60

6

6

2

27.000

11

Ember Kecil

1

25

25

2,5

2,5

2

11.250

12

Ember Sedang

1

30

30

3

3

2

13.500

13

Botol Kaca

200

0,2

40

0,02

4

1

180

14

Jiligen

4

30

120

3

12

2

13.500

15

Gelas Takar 1liter

1

20

20

2

2

2

9.000

16

Gelas Takar 2liter

1

8

8

0,8

0,8

2

3.600

17

Gayung

2

5

10

0,5

1

1

4.500

18

Total

1.750

16.647,2

31.113

1.664,72

3.080,3

46

1.742.130

Salvalue diasumsikan bernilai sama (10%) untuk semua jenis barang.

Keterangan : P = Price (Harga)

TP = Total Price (Total Harga)

L = Salvalue (Perkiraan) pada akhir umur ekonomis

TL = Total salvage value

n = Jumlah tahun

Total modal tetap = Total price + Rata-rata penyusutan

= 31.113.000 + 1.742.130 = Rp 32.855.130,-

B. Modal Kerja

1. Pembuatan bibit starter kapasitas 180 Botol (2 minggu sekali)

Air kelapa 108 liter : Rp 10.800,-

Gula 1,2 kg : Rp 9.600,-

ZA 0,6 kg : Rp 1.020,-

Cuka 18 ml : Rp 396,-

Koran & karet 180 lembar&180 buah : Rp 900,-

Bahan bakar : Rp 10.000,-

Rp 32.716,-

Dibulatkan menjadi Rp 32.800,- /2 minggu

Dalam satu bulan : 32.800 x 2 = Rp 65.600,-

Dalam satu tahun : 65.600 x 12 = Rp 787.200,-

2. Pembuatan Nata De Coco kapasitas 250 Nampan (per hari)

Air kelapa 450 liter : Rp 45.000,-

Gula 2,5 kg : Rp 20.000,-

ZA 1,25 kg : Rp 2.125,-

Cuka 50 ml : Rp 1.100,-

Koran & karet 250 lembar&250 buah : Rp 1.250,-

Bahan bakar : Rp 25.000,-

Rp 94.475,-

Dibulatkan menjadi Rp 94.500,- /hari

Dalam satu minggu : 94.500 x 6 = Rp 567.000,-

Dalam satu bulan : 567.000 x 4 = Rp 2.268.000,-

Dalam satu tahun : 2.268.000 x 12= Rp 27.216.000,-

3. Biaya Transportasi

Dalam satu minggu biaya transportasi yang digunakan yaitu 100.000. Untuk menyewa mobil yang dipakai untuk mengangkut bahan baku dan mengankut hasil yang akan di pasarkan.

Dalam satu bulan : 100.000 x 4 = Rp 400.000,-

Dalam satu tahun : 400.000 x 12 = Rp 4.800.000,-

4. Upah Tenaga Kerja

Upah yang diberikan yaitu @ Rp 10.000,- /hari. Dengan jumlah tenaga kerja 3 orang. Jadi dalam satu hari biaya upah tenaga kerja yaitu 10.000 x 3 = Rp 30.000,-.

Dalam satu minggu : 30.000 x 6 = Rp 180.000,-

Dalam satu bulan : 180.000 x 4 = Rp 720.000,-

Dalam satu tahun : 720.000 x 12 = Rp 8.640.000,-

5. Total Modal Kerja Per Tahun

Rp 787.200 + Rp 27.216.000 + Rp 4.800.000 + Rp 8.640.000

= Rp 41.443.200,-

C. Pendapatan

Dalam satu hari industri rumahan ini menghasilkan 250 nampan. Tiap nampan menghasilkan 1,5 kg nata dengan harga Rp 1.500,-. Dan per harinya 250 x 1.500 = Rp 375.000,-

Dalam satu minggu : 375.000 x 6 = Rp 2.250.000,-

Dalam satu bulan : 2.250.000 x 4 = Rp 9.000.000,-

Dalam satu tahun : 9.000.000 x 12 = Rp 108.000.000,-

D. Laba

Laba : Pendapatan – Modal Verja

Laba : Rp 108.000.000 - Rp 41.443.200 = Rp 36.000.000,-

4.2.9.2 Penghitungan Evaluasi Ekonomi

A. ROI (Return on Investment)

ROI merupakan rasio antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal yang dinyatakan dalam persen per tahun.




36.000.000

ROI = x 100 % per tahun

32.855.130

ROI = 109,57 %

Jadi rasio antara biaya laba per tahun dengan besarnya modal industri rumahan nata de coco milik bapak Ari adalah 109,57 % per tahun.

B. POT (Pay Out Time)

Modal Tetap

POT =

Laba Kotor Per Tahun

POT adalah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal mula-mula dengan menggunakan laba yang diperoleh.




32.855.130

POT =

36.000.000

POT = 0,9 tahun

Jadi modal tetap yang dikeluarkan industri rumahan nata de coco milik bapak Ari dapat dikembalikan dalam waktu 0,9 tahun.

C. BEP (Break Even Point)

BEP yaitu persentase kapasitas produksi dimana biaya produksi keseluruhan sama dengan hasil penjualan.

Diketahui :

Harga jual per unit = Rp 1.500,- /1,5kg

Biaya tetap = Rp 32.855.130,-

Biaya tidak tetap

Biaya tidak tetap per unit =

Jumlah produk yang di hasilkan

41.443.200

=

72.000

= Rp 575,6,-

Kapasitas produksi = 108.000 kg /tahun

Nilai penjualan per tahun : kapasitas produksi per tahun x harga produk per kg

: 108.000 x 1000,- = Rp 108.000.000,-




32.855.130

BEP =

1500-575,6

32.855.130

=

924,4

= 35.542,11 kg /tahun

Dalam persen (%) kapasitas /tahun, grafik terdapat pada (Gambar 13.) :

35.542,11 kg /tahun

= x 100 %

108.000 kg /tahun

= 32,90 %

(% kapasitas)




0 20 40 60 80 100

32,90 % Rp 108.000.000


Nilai penjualan Untung

Rp 41.443.200

BEP

Biaya produksi keseluruhan

Biaya tetap Rp32.855.130

Rugi 35.542,11 kg /tahun

0 3 6 12 16 20 24

Volume produksi x 10.000 kg/tahun

Gambar 13. Grafik Break Even Point Industri Rumahan Nata de Coco Milik Bapak Ari

Dari gambar di atas dapat terlihat titik BEP, di mana industri rumahan ini tidak mengalami keuntungan atau mengalami kerugian, yaitu pada kapasitas produksi 35.542,11 kg /tahun. Apabila industri rumahan ini kapasitasnya kurang dari 35.542,11 kg /tahun, maka industri rumahan ini akan mengalami kerugian.

D. Benefit Cost Ratio (B/C ratio)

B/C ratio adalah perbandingan antara ekivalensi nilai dari manfaat yang terkandung dalam suatu proyek.

B/C Ratio = Pendapatan

Modal keseluruhan

= 108.000.000

74.298.330

= 1,45

Karena nilai B/C Ratio lebih dari 1 (satu), maka industri rumahan nata de coco milik bapak Ari ini menguntungkan. Dari Rp 1,- yang dikeluarkan akan mendapatkan pengembalian sebesar Rp 0,45,-.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

  1. Industri rumahan yang dikelola oleh bapak Ari adalah merupakan usaha yang bergerak di bidang pembuatan makanan. Yang bahan bakunya ialah air kelapa dan hasil produknya yaitu nata de coco Dalam pembuatan nata de coco ini, bapak ari dibantu oleh 3 karyawan..
  2. Proses pembuatan nata membutuhkan + 10 hari, dari mulai pembuatan bibit starter hingga pemanenan. Pada saat panen, satu harinya bisa memanen nata sebanyak 250 nampan. Satu nampan berisi nata 1,5 kg. Proses penjualan nata dilakukan dengan cara menyetorkan nata kepada distributor. Cv. Agrindo Suprafood adalah distributor yang menampung. Ada sekitar 100 petani nata yang menyetor kepada Cv. Agrindo Suprafood ini. Perputaran nata di Cv. Agrindo Suprafood + 80 ton / bulan. Dan di distribusikan ke 14 pabrik pembuatan makanan yang menggunakan nata de coco dalam produknya. Diantaranya Garuda Food, Borobudur, Sinar Mas, Sari Coco dan beberapa pabrik kecil yang lain.
  3. Investasi awal atau modal tetap yang dikeluarkan industri rumahan milik bapak Ari sebesar Rp 32.855.130,- dengan modal kerja yang dihitung per tahun Rp 41.443.200,-. Hasil penjualan produk sebesar Rp 108.000.000,- di hitung per tahun, dengan harga produk Rp 1.500,- /1,5 kg. Laba yang didapat industri rumahan ini yaitu Rp 36.000.000,- per tahun. Hasil dari perhitungan evaluasi ekonomi dengan menggunakan rumus ROI (Return On Invesment) : 109,57 %; POT (Pay Out Time) : 0,9 tahun; BEP (Break Even Poin) : 32,90 %; dan B/C Ratio : 1,45.

5.2 Saran

1. Diharapkan inidustri rumahan mampu menambah alat-alat pengolahan, sehingga kapasitas produksi per hari bisa lebih meningkat dan POT nya pun akan semakin kecil.

2. Agar tidak terjadi kegagalan panen akibat cendawan atau jamur, para pegawai industri rumahan di himbau untuk melakukan penyeterilan semua alat yang telah selesai digunakan.

3. Bila dalam pemanenan terdapat nata de coco yang tipis dan ada cendawan atau jamur sedikit, disarankan tidak dijual di tempat distribusi. Tapi dengan melakukan pengolahan sendiri nata yang tipis tadi di potong kecil-kecil dan di jual di pasar-pasar sekitar atau di jual di pedagang es campur. Karena nilai jual lebih tinggi dan tidak terbuang percuma.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Teknik Pembuatan Nata De Coco. http://primatani.litbang.deptan.go.id/. 01.45 pm 16 Februari 2009.

Anonim. 2007. Pengolahan Nata De Coco. http://www.bi.go.id/sipuk/id/. 10.07 am 11 Januari 2009.

Anonim. 2008. Agroindustri Sebagai Sektor Prospektif di Indonesia. http://www.gib.or.id/isibuletin.php?&amp. 01.25 pm 16 Februari 2009.

Anonim. 2008. Analisa Nilai Tambah dan kelayakan Agroindustri Bakpo Telo di Home Industri Lestari. http://www.tesis-ilmiah.com. 01.13 pm 16 Februari 2009.

Atih. 1979. Laporan Pengolahan Nata De Coco. http://www.idebagus.com/. 10.30 am 12 Januari 2009.

Hayati, M. 2003. Membuat Nata de Coco. Adicita Karya Nusa. Yogyakarta. 61 Hlm.

Ryan, M. 2008. Laporan Pengolahan Nata De Coco. http://www.idebagus.com/. 10.30 am 12 Januari 2009.

Saefuddin, A. M. 1998. Analisa Nilai Tambah Agroindustri Sirup Markisa. http://www.tesis-ilmiah..cc. 01.37 pm 16 Februari 2009.

Setyamidjaja, D. 1982. Kelapa Hibrida Budidaya dan Pengolahan. Yayasan Kanisius. Yogyakarta. 74 Hlm.

Sutarminingsih. 2004. Pengolahan Nata De Coco. http://www.bi.go.id/sipuk/id/. 10.07 am 11 Januari 2009.

Warisno. 1998. Budidaya kelapa kopyor. Kanisius. Yogyakarta. 81 Hlm.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar